Jelma Bani Dilom Adat
Para Panglima dari WIlayah Selatan Lampung : Panglima Elang Berantai, Panglima Alif Jaya dan Panglima Sindang Kunyaian memberikan arahan saat pengukuhan bahatur /jelma bani adat. |
Masih dalam nuansa bulan syawal yang penuh dengan nilai
silaturahmi, tulisan ini pun mencoba mengantar kita kepada pengalaman para
bahatur atau orang – orang berani didalam adat setelah pada tanggal 3 dan 4
syawal kemarin berkumpul di Sekala Brak untuk saling bersilaturahmi dengan
masyarakat adat yang ada di Sekala Brak sekaligus menjadi momen berharga bagi
mereka yang dikukuhkan secara syah menjadi Bahatur Kerajaan.
Para bahatur datang dari daerah Way Handak ( Kalianda )
Lampung Selatan tepatnya dari Marga Rajabasa, Marga Legun, Marga Ratu, Marga
Dantaran dan Marga Ketibung, selain itu juga ada yang datang dari Tanggamus.
Rombongan berjumlah 50 orang ini dikawal oleh para panglima kerajaan adat paksi
pak sekala brak dari wilayah selatan yaitu Panglima Alif Jaya, Panglima Elang
Berantai dan Panglima Sindang Kunyaian serta Panglima Penggitokh Alam dari
Tanggamus.
Siang hari tanggal 3 syawal diawali dengan prosesi adat
penyambutan bagi Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan ke XIII di Gedung Dalom
Kepaksian Pernong kemudian dirangkai dengan acara Bedu’a Buka atau doa lebaran,
selanjutnya tepat tengah malam dilaksanakanlah prosesi pengukuhan, tapi sebelum
itu para bahatur terlebih dahulu berbaris di Halaman Gedung Dalom untuk
mendapatkan pengarahan langsung dari Sultan Edward Syah Pernong mengenai tata
titi laku spiritual yang harus dijalani untuk menjadi “jelma bani” didalam
adat.
Didalam adat Paksi Pak Sekala Brak, seorang Sultan atau
Saibatin Paksi tidak bisa berdiri sendiri tanpa ditopang oleh sanak saudara dan
orang-orang ahli disekelilingnya, ada beberapa kelompok penting yang menjadi
penopang seorang sultan yaitu mereka yang disebut Jamma ni Gedung atau Kerabat
Dalam Istana, kemudian ada pula Jamma Balakni Saibatin atau mereka yang
berpangkat satu tingkat dibawah Sultan yaitu sederet nama bergelar Raja
Jukkuan, mereka memegang kendali diwilayah suku atau kampong-kampung didalam
wilayah adat seorang Sultan. Selanjutnya ada pula kelompok yang disebut Jamma (
jelma ) Bani ni Saibatin yaitu orang-orang berani nya Sultan. Jelma Bani
ini biasanya bertugas sebagai pendekar ( pendikakh ) pengamanan kerajaan, di
Kepaksian Pernong sendiri ada beberapa kelompok pendekar Inti yaitu Pendekar
Putting Beliung dan Pendekar Labung Angin, para pendekar ini tentu haruslah
bermental petarung dengan berbekal ilmu beladiri yang memadai demi untuk
mengamankan Gedung Dalom. Sebenarnya istilah bahatur lebih dikenal oleh
masyarakat Lima Marga di Way Handak, sedangkan didalam adat Sekala Brak bahatur
termasuk didalam Jelma Bani ni Saibatin atau Jelma Bani ni Kerajaan.
Sebagai syarat untuk menjadi bahatur maka mereka harus
menjalani tempaan baik fisik dan ruhani, pada malam itu dilaksanakan napak
tilas yang berlokasi di tebing tinggi yang berada dibelakang Gedung Dalom,
tanpa alas kaki mereka menapaki setapak demi setapak anak tangga yang berkelok
kelok ditebing curam, sampai didasar tebing mereka pun melaksanakan mandi
dibawah pancuran tujuh Pangkalan Batin atau juga disebut Salui Pitu, selesai
mandi mereka mulai lagi menaiki anak tangga, dan itu semua dilakukan sebanyak
tujuh kali putaran. Kondisi malam gelap berselimut embun yang bergitu dingin
dan tebal, tapi mereka melaksanakan laku spiritual tersebut dengan begitu
semangat, selain tempaan fisik mereka juga dibimbing oleh para panglima untuk
membaca ayat-ayat suci alqur’an beserta do’a-doa pengisi ruhani.
Rangkaian syarat pengukuhan yang membutuhkan stamina
tinggi, saat penulis bertanya kesan terkait pengalama ini, seorang bahatur yang
bernama Deni gelar Minak Betanding dari Marga Rajabasa menerangkan “ ini
pengalaman yang pertama kali bagi saya, kondisi memang sangat dingin dan memang
membutuhkan tenaga yang kuat, tapi itu tidak berarti karena kebersamaan kami
dan rasa hanggum (cinta) kami terhadap adat dan budaya saibatin, kami ikhlas
menjalaninya”. Hal senada diungkapkan oleh Rusdi dari Marga Legun dan Sahril
Gani dari Marga Dantaran “ way ni miyos nihan, mandi dija nyanik lebih segar”
maksudnya air dari salui pitu ini begitu murni begitu segar, mandi disini
membuat kami lebih segar“.
“ Sekala Brak memang tanah leluhur bagi masyarakat adat
di Lampung, khususnya kami yang datang dari Tanggamus ini, oleh karenanya kami mulang
pekon (pulang kampong) kesini, banyak adat yang leluhur kami bawa dari sini,
maka setelah dari sini, semoga kami akan terus semangat untuk mempertahankan
apa yang kami dapat disini” demikian Mirza menerangkan seorang bahatur asal
Kota Agung Tanggamus.
Setelah semua ritual selesai dilaksanakan, para bahatur
kembali berbaris dihalaman Gedung Dalom, tepat pukul 01.30 WIB dini hari, satu
persatu bahatur dikukuhkan langsung oleh Dudungan Mulia Saibatin Puniakan Dalom
Beliau Drs. H. Edward Syah Pernong SH., MH. Gelar Sultan Sekala Brak Yang
Dipertuan Ke XXIII beserta Putra Mahkota Pangeran Alprinse Syah Pernong. Secara
simbolis Pangeran Alprinse Syah Pernong memakaikan Kikat Hanuang Bani kekepala
setiap Bahatur Kerajaan, kemudian beberapa pedang pusakan pun diserahkan.
Sultan Sekala Brak Yang DIpertuan ke 23 bersama para Panglima, Pendekar dan Bahatur Kerajaan |
Puncaknya adalah Umanat Adat dari Sultan Edward Syah
Pernong, “ Pada malam ini telah dilaksanakan ritual tapak tilas sekaligus mandi
di Salui Pitu, ditengah gelap malam yang diselimuti embun tebal, dingin sekujur
tubuh, tapi saya lihat sampai saat ini masih terpancar semangat dari
wajah-wajah tulus saudaraku semuanya, maka mala mini, tanah bumi sekala brak
telah menjadi saksi bahwa kalian pulang karena cinta kasih, air kemurnian
pancuran tujuh telah pula membasahi tubuh, semogalah jasad serta ruhani
saudara saudaraku sekalian semakin kokoh dan semakin kuat. Saya ucapkan selamat
dan rasa bangga, mulai saat ini jadilah saudaraku sekalian sebagai penebar
kedamaian, penjaga adat istiadat dengan moral, keberanian dan kesetiaan, itulah
bekal kita menjaga silturahmi ini demi terwujudnya kemuarian ( persaudaraan )
se-Lampung, maka, jagalah adat istiadat di Way Handak, Tanggamus, dan Sekala
Brak, mari kita teriakkan, Berani!, Berani!, Setia!, demikan Sang Sultan
menutup Umanatnya seraya disambut teriakan kompak dari Para Bahatur “ Berani!
Berani! Setia! Way Handak! Tanggamus! Sekala Brak!, teriakan yang memecah
kesunyian dari Halaman Gedung Dalom Kepaksian Pernong Sekala Brak.
Rangkaian pengukuhan para pemberani didalam adat telah
selesai, suatu konsep adat yang mensiratkan nilai luhur, yang pelaksananya
adalah masyarakat adat itu sendiri, masyarakat yang masih setia dengan tata
titi adat istiadatnya, yang memiliki keinginan kuat untuk menjaga adat
istiadatnya dari pengaruh negatif budaya asing. Masyarakat adat di tanah
Lampung hidup berdasarkan asal usul leluhur mereka secara turun temurun, dari
suatu wilayah adat yang kemudian menyebar membentuk wilayah adat lain, dari
sekala brak menyebar hingga ke berbagai pelosok daerah yang ada di
Lampung.
Keberanian didalam adat adalah bekal untuk
mempertahankan jatidiri, sedangkan kesetiaan pada adat adalah benteng
kepunahan, maka dari masyarakat adat yang memegang teguh nilai kearifan lokal
inilah dapat diwujudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis,
sebagaimana telah dikukuhkan para Jelma Bani ni Saibatin / Bahatur Kerajaan
sebagai bentuk sinergitas antara adat dan masyarakatnya untuk terciptanya
kedamaian di tanah Lampung tanoh pusaka. Amin, Semoga.
Ditulis Oleh : Novan Saliwa
( Staff Pemandu Seni Budaya Anjungan Lampung - TMII Jakarta )
Comments
Post a Comment