Gelar dalam bahasa Lampung disebut Adok. Adok dimaknai sebagai gelar seseorang pada kedudukan atau jenjang dalam adat yang diwariskan secara turun temurun dan atau dianugerahkan kepada seseorang disebabkan berkesesuaian serta memenuhi tata petiti adat.
Adok yang menjadi bagian dari tradisi
warisan leluhur yang terus disimbangkan
( disandangkan) kepada seorang. Tata aturan adok tetap dihormati dan dijalankan
sejak nenek moyang dahulu. Tata petiti adok dipersonifikasikan menjadi “tungku”
yaitu tiga buah batu perapian untuk memasak, berbentuk segitiga sama sisi.
Penggambaran suatu perapian yang dapat dipergunakan untuk memasak jika letak
dan posisi ketiga batu itu berimbang. Demikian pula adok bisa
disandangkan kepada seseorang yang jika dan hanya jika ketiga syarat “tungku“
itu terpenuhi.
Kaidah adok itu berbunyi sebagai
berikut, “Adok Nitutuk Tutokh, Tutokh Nutuk Di Jujjokh” artinya Gelar
diikuti Panggilan, Panggilan ikut kepada Kedudukan/Nasab/Garis Keturunan.
Ketiga hal tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya.
1.
Adok.
Adok diartikan
dengan Gelar, diwariskan kepada seseorang setelah menginjak jenjang pernikahan
dan dilekatkan kepada seseorang melalui prosesi butettah dalam rangkaian
upacara adat atau Tayuhan. Ketika seseorang menyimbang adok maka secara
otomatis ia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga adat istiadat, memegang
tampuk kepemimpinan untuk membawahi setiap jejang dibawahnya.
Diwilayah tanoh
unggak sekala brak, adok memiliki hierarki atau tingkatan mulai dari pemimpin
adat tertinggi hingga ke bawah. Adapun susunan adok itu adalah :
1. Sultan
( untuk Paksi ), Suntan /Suttan ( Untuk Marga )
2. Raja
/ Dipati.
3. Batin.
4. Radin.
5. Minak.
6. Kimas.
7. Mas
/ inton.
Setiap orang
dalam jenjang adok memiliki “ rukun pedandan” atau tata adat tersendiri yang
melekat bagi dirinya yaitu “alat di lamban, alat dibadan , dan alat dilapahan”.
Ada pengkhususan bagi seorang Sultan, sSegala sesuatu yang dipakai sultan
dilarang dan terlarang dipakai oleh selainnya, kecuali dengan adanya pertimbangan
dari sultan.
Dalam tata
petiti adat sejatinya seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Pimpinan Adat
Tertinggi yaitu Sultan / Sai Batin. Meski demikian adok juga dianugerahkan
mempertimbangkan atas jasa seseorang kepada adat, dan juga Sai Batin mengambil
keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri atas aspirasi dari bawah. Untuk
seseorang yang akan diberi adok Para Raja / Depati berkewajiban menyusun
angkat tindih ( tingkatan ) status anak buah seoseorang tersebut, untuk
kemudian dilaksanakan musyawarah atau disebut Himpun/Hippun.
2.
Tutokh
/ Tutukh / Panggilan.
Masyarakat adat
Lampung dalam berkomunikasi harus mengedepankan etika sesuai tata petitinya,
sangat dianjurkan untuk memanggil seseorang dengan panggilan atau tutokh yang
disesuaikan dengan adok seseorang. Disanalah terletak nilai penghormatan dan
kesetiaan terhadap hierarki adok. Berikut beberapa contoh panggilan dalam
masyarakat adat Lampung, Paksi Pak Sekala Brak :
- Tutokh “ Pun “ ( pria ) dan “ Ratu “ ( wanita ) adalah panggilan kepada kakak tertua bagi keluarga Sai Batin atau yang beradok Sultan / pangeran / Dalom. Dan untuk tutokh kepada orang tua ( yang beradok di atas ) adalah Pak Dalom dan Ina Dalom. Secara umum tutokh untuk seorang Sultan adalah Puniakan Dalom / Puniakan Dalom Beliau.
- Tutokh “ Atin” adalah untuk panggilan kepada kakak tertua bagi keluarga Dipati atau yang beradok Raja. Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Pak Batin dan Ina Batin.
- Tutokh “ Dang” ( pria ) dan “ Cik Wo “ ( wanita ) adalah panggilan untuk kakak tertua bagi keluarga Batin. Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Tuan Tengah dan Cik Tengah.
- Tutokh “ Udo Ngah “ ( pria ) dan “ Cik Ngah “ ( wanita ) adalah panggilan kakak tertua bagi keluarga dari seorang yang ber adok Radin. Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Pak Balak dan Ina Balak.
- Tutokh
“Udo” dan “uwo” adalah
- Tutokh “abang dan ngah” adalah panggilan untuk kakak bagi jenjang di bawah nya . Dan untuk tutokh kepada orang tua adalah Pak Lunik dan Ina Lunik, Pak Cik dan Mak Cik.
3
Jujjokh
Jujjokh dapat
diartikan sebagai kedudukan/ nasab / garis keturunan seorang, secara garis adat
seseorang telah memiliki bagian masing-masing. Seorang yang telah dianugerahkan
adok raja maka sejatinya ia merupakan keturunan raja, begitu pula seorang yang
di sandangkan kepadanya adok sultan maka sudah dapat dipastikan ia adalah
seorang keturunan sultan atau berkedudukan seorang sai batin. Dengan kaidah ini
maka jelaslah terlarang dan dilarang menyandangkan dan disandangkan adok sultan
bagi mereka yang tidak memiliki jujjokh nya. Oleh sebab itulah di dalam adat
lampung sai batin peraturan sangat kokoh serta tertutup kemungkinan untuk
seseorang dapat membeli gelar atau adok meski dengan gawi adat sebesar apapun.
Comments
Post a Comment